MAKASSAR,DJOURNALIST.com – Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan mengajak pemerintah daerah untuk fokus menyiapkan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di wilayahnya untuk mengantongi sertifikasi halal.
Hal ini sebagai bentuk persiapan menuju Wajib Halal pada 2026 mendatang dari sebelumnya Oktober 2024. Dimana wajib halal ini adalah semua aspek perlu memiliki sertifikasi halal, salah satunya pada keberadaan RPH di seluruh wilayah.
“Karena itu perlu kolaborasi yang massif dari semua pihak agar terlibat dalam proses meningkatkan sertifikasi halal. Kami (BI) juga punya target agar mensertifikasi halalkan rumah potong hewan,” kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Wahyu Purnama A di sela-sela BI Bareng Media, di Grind & Pull, Makassar, Kamis, (15/08/2024).
Ia menyebutkan, saat ini di Sulawesi Selatan terdapat 24 RPH, tetapi yang sudah bersertifikasi halal baru dua RPH. Sementara ada lima yang memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV), kondisi ini pun dinilai sangat jauh sekali.
“Makanya kami bermaksud untuk melakukan progres sertifikasi untuk tiga RPH di tahun ini. Antara lain, Kabupaten Bone, Gowa, dan Kota Parepare,” terangnya.
Ia mengatakan, masih banyaknya RPH di Sulsel yang belum memiliki sertifikasi halal disebabkan karena ada proses yang dilalui terlebih dahulu, mulai dari dinas peternakan dan turunnya. Termasuk, minimal terlebih dahulu memiliki NKV.
Saat ini, BI Sulsel telah bekerjasama dengan dinas terkait, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Halal Center.
Menurut Wahyu, dalam mewujudkan Wajib Halal ini RPH menjadi indikator penting dalam penilaiannya. Olehnya pemerintah daerah harus serius mendorong proses sertifikasi halal ini dengan menyiapkan anggaran khusus, apalagi anggaran pada prosesnya perlu menyiapkan sekitar Rp20 jutaan.
“Harusnya pemerintah sudah menganggarkan mulai dari pemerintah di pusat, kemudian pemerintah provinsi hingga ke kabupaten dan kota. Apalagi anggarannya tidak cukup besar. Besok kami juga akan rapat dengan pihak-pihak terkait bagaimana ini bisa direalisasikan,” terangnya.
Selain itu, RPH wajib mengantongi sertifikasi halal untuk menunjang produk makanan halal. Sebab, beberapa bahan olahan makanan berasal dari daging yang diolah atau dipotong di RPH.
“Dari RPH kan produknya ada daging, unggas, itu semua sumber dari makanan. Jika dari sumbernya saja belum jelas ke-halalalnya ini tentu saja akan menghambat proses sertifikasi halal food nya juga,” katanya.
Kedepannya, selain RPH yang wajib mengantongi sertifikasi halal, BI Sulsel juga melakukan upaya sertifikasi halal ke Juru Sembelih Halal (Juleha) nya. Sebab, saat ini pihaknya belum bisa memastikan bahwa semua juru sembelih utamanya yang ada di pasar-pasar memotong hewan dengan prinsip halal.
“Makanya juleha-juleha ini juga harus bersertifikasi halal,” kata Wahyu.
Kemudian, indikator lainnya dalam mempersiapkan Wajib Halal pada 2026 ini, BI Sulsel juga menargetkan di tahun ini akan mendorong 43 usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) binaan dapat mengantongi sertifikasi halal. Termasuk produk fashion agar bagaimana dalam bahan-bahan yang digunakan itu dipastikan berasal dari bahan yang halal.
Sementara terkait dengan ekonomi dan keuangan syariah, berdasarkan data State oh the Global Islamic Economy (SGIE) World di periode 2023 Indonesia telah masuk pada peringkat ketiga setelah Malaysia dan Arab Saudi. Ini artinya sebagai negara Islam terbesar, maka potensi Indonesia untuk menjadi negara nomor satu dalam ekonomi dan keuangan halal ini akan terbuka lebar.
“Ini sudah naik peringkat dari sebelumnya kita di peringkat keempat dunia,” terang Wahyu.(***)
Comment