MAKASSAR,DJOURNALIST.com – Perluasan ekosistem progam Gemar Budidaya Pisang Cavendish di Sulawesi Selatan makin diperluas pada 2025 mendatang. Dimana perluasan ekosistem tersebut menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“OJK bertugas membuat bagaimana ekosistemnya dari hulu hilir terintegrasi, sementara Bank Indonesia membuat blue printnya tentang pisang cavendish ini. Ini menjadi kesepakatan saat progam ini pertama kali digagas oleh Pj Gubernur Sulsel dimasa Bahtiar Baharuddin di tahun lalu,” terang Kepala OJK Sulselbar Darwisman.
Progam Budidaya Pisang Cavendish ini telah diluncurkan sejak 28 Oktober 2023. Berbagai upaya telah dilakukan diantaranya melalui penyusunan kebijakan dan dan alokasi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), forum group discussion (FGD), sosialisasi dan pendampingan, literasi keuangan, kolaborasi antar stakeholders, serta perluasan program secara masif di seluruh kabupaten dan kota di Sulsel.
“Hingga saat ini sudah berjalan ekosistemnya, makanya ada scale up atau peningkatan skala program di 2025 mendatang. Mulai dari sisi dukungan perbankan, off taker, hingga daerah yang terlibat,” terangnya.
Darwisman menjelaskan, potensi Budidaya Pisang Cavendish akan bertambah di 10 kabupaten dan kota di Sulsel yang melibatkan pemerintah daerah dan dinas pertanian terkait, serta akses keuangan bagi petani sebesar Rp237,28 miliar berdasarkan hasil analisa kelayakan lahan dari offtaker sebanyak 2.433 hektare (Ha) dari target ±500 ribu Ha yang realisasinya secara multiyears.
Disebutkan, jika pada 2024 sebaran progam ada di lima kabupaten diantaranya, Bone, Pinrang, Pangkep dan Gowa, maka di 2025 akan diperluas hingga ke 15 kabupaten dengan pertumbuhan 10 kabupaten meliputi Sidrap, Pangkep, Barru, Enrekang, Wajo, Jeneponto, Soppeng, Luwu Timur, hingga Kota Parepare.
“Sebaran lokasi dari program ini tentunya ikut mempengaruhi jumlah petaninya juga, jika di 2024 jumlah petani dari budidaya ini mencapai 52 orang, maka di 2025 bisa meningkat 2.433 orang,” ungkapnya.
Begitu pun pada luas lahan dari 49,5 Ha di periode 2024 akan meningkat menjadi 2.433 Ha di 2025 mendatang. Termasuk pada realisasi kredit atau pembiayaannya dari Rp4,95 miliar menjadi Rp237,28 miliar di 2025.
“Pada sisi bank yang menyalurkan juga meningkat, jika sebelumnya hanya Bank Sulselbar, saat ini bertambah satu yakni BRI, kemudian off-taker yang awalnya PT CAP, sekarang ada PT NSA,” ungkap Darwisman lagi.
Peningkatan skala program yang diinisiasi Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin waktu itu tentunya dilakukan melalui kajian mendalam bersama tim ahli, off taker, dan industri jasa keuangan (IJK) seperti perbankan sebagai pihak yang akan menyalurkan kredit. Hasil kajian ini pun turut dilakukan saat awal program tersebut diinisiasi.
“Sejak pertama kali diinisiasi tentunya kami (OJK) tidak langsung ikut mendorong inisiasi tersebut, tetapi tindaklanjuti melalui kajian,” katanya.
Meskipun memang, program budidaya pisang cavendish tersebut menyentuh 8 program prioritas dari PJ Gubernur Sulsel di masa Bahtiar Baharuddin. Seperti, mengatasi kemiskinan, mengatasi pengangguran, stunting dan ketahanan pangan.
Lanjut Darwisman, belum lagi dari program tersebut OJK memiliki tanggung jawab untuk pengembangan industri jasa keuangan sesuai dengan UU P2SK. Selain itu, OJK sendiri memiliki tanggungjawab untuk memberikan edukasi dan literasi keuangan, serta membuka akses keuangan dengan cara membangun ekosistemnya.
Pada kajian OJK ditemukan hasil, pertama, bahwa budidaya pisang cavendish ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi, termasuk dari sisi produktivitas yang juga dinilai sangat tinggi.
Ia mencontohkan, untuk luas lahan 1 Ha dibutuhkan 2.000 pohon pisang cavendish, kemudian dalam 1 pohon pada sekali panen dari 1 Tandang pisang bisa menghasilkan 20 kilo pisang. Artinya jika 20 kilo pisang tersebut dikali 2.000 maka tentunya akan menghasilkan ribuan ton.
“Apalagi harganya sudah ditetapkan dengan range harga mulai Rp3.700 perkilo untuk kualitas terendah dan Rp5.500 per kilo untuk kualitas tertinggi. Hitung-hitungan kami saja secara simulasi jika 1 Ha saja ini bisa menghasilkan Rp300 juta dalam setahun. Ini tentunya memberikan laba atau manfaat ekonomis bagi petani,” terangnya.
Kedua, budidaya pisang cavendish ternyata memberikan kepastian pasar. Dimana permintaan pasarnya sangat besar, baik pasar dalam negeri yang dipenuhi sekitar 65 persen, maupun pada pasar luar negeri. Dimana berdasarkan data yang ada pisang cavendish tersebut telah di impor ke beberapa negara, seperti Timur Tengah, Cina, Korea dan Jepang. Potensi impor ini pun dinilai masih memiliki peluang yang cukup besar.
Ketiga, lahan-lahan yang di miliki Sulawesi Selatan masih terbuka luas, khususnya lahan-lahan yang tidak produktif. Keempat, budidaya pisang cavendish ini juga tidak sulit dan rumit.
“Kami sudah melakukan perhitungan bahwa budidaya pisang ini memang memberikan kepastian harga karena menguntungkan, memberikan kepastian pasar karena setiap pisang yang di budidaya akan dibeli oleh off-taker dengan harga yang sudah disepakati, dan hitung-hitungannya adalah memberikan keuntungan yang sangat besar kepada masyarakat,” tutup Darwisman.(***)
Comment