MAKASSAR, DJOURNALIST.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan dalam mengatur dan menjaga pertumbuhan dan kestabilan sektor perbankan Indonesia. Termasuk pada upaya mendukung transformasi digital di sektor perbankan.
Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Darwisman mengatakan, OJK telah melakukan berbagai upaya demi mewujudkan transformasi digital dalam dunia perbankan. Sebab, transformasi digital ini menjadi penting bagi industri perbankan agar dapat bertahan dengan memperhatikan beberapa hal.
Mulai dari, pemanfaatan teknologi dan pengetahuan terkini, inovasi evolusioner, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, dan fokus pada utilitas atau fungsi bank.
“Hanya saja transformasi digital perbankan ini harus diimbangi dengan membangun reputasi dan kepercayaan bagi nasabah,” terangnya, di sela-sela Journalist Class Angkatan 10 OJK, di The Rinra Hotel Makassar, belum lama ini.
Lanjutnya, dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia periode 2020 hingga 2025 terkait akselerasi transformasi digital, OJK memfokuskan pada beberapa hal. Antara lain, memperkuat tata kelola dan manajemen teknologi informasi (TI), mendorong penggunaan IT Game Changer, mendorong kerja sama terkait teknologi, dan mendorong implementasi advanced digital bank.
Dukungan yang diberikan OJK terhadap transformasi digital perbankan semakin diperkuat melalui beberapa arah kebijakan. Misalnya, pada Peraturan OJK (POJK) No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (POJK PTI), POJK 21 Tahun 2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum (POJK LDBU), dan Surat Edaran (SE) SEOJK No. 29/SEOJK.03/2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum (SEOJK Siber), serta SEOJK No. 24/SEOJK.03/2023 tentang Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum (SEOJK DMAB).
Disisi lain, kata Darwisman, sebagai upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan dilakukan melalui konsolidasi perbankan. Upaya konsolidasi bank umum didorong oleh beberapa hal, antara lain, pengaturan Modal Inti Minimum (MIM) saat ini yaitu minimal Rp100 miliar dinilai sudah tidak relevan dalam peningkatan skala dan daya saing bank serta beroperasi dengan skala yang kontributif.
Lanjutnya, berdasarkan kajian OJK dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA), jumlah MIM ideal agar bank dapat beroperasi secara efisien dan kontributif adalah pada rentang Rp3,8 triliun hingga Rp11,8 triliun. Rentang MIM minimal Rp3 triliun juga dinilai masih relevan berdasarkan persyaratan pemenuhan modal disetor bagi bank baru.
Pengaturan MIM saat ini yaitu minimal Rp100 miliar dinilai sudah tidak relevan dalam peningkatan skala dan daya saing bank, serta beroperasi dengan skala yang kontributif. Sebab, dalam aturan yang sama bank dapat beroperasi secara efisien dan kontributif minimum pada angka Rp3 triliun. Rentang MIM minimal Rp3 triliun juga dinilai masih relevan berdasarkan persyaratan pemenuhan modal disetor bagi bank baru.
Re-designing bank menjadi penting bagi industri perbankan untuk dapat bertahan, dengan memperhatikan beberapa hal. Mulai dari, pemanfaatan teknologi dan pengetahuan terkini, inovasi evolusioner, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, fokus pada utilitas atau fungsi bank, dan akselerasi transformasi digital perbankan yang tertuang pada Masterplan Sektor Jasa Keuangan 2021-2025, maupun Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025.(***)
Comment