MAKASSAR,DJOURNALIST.com – Salah satu kelompok pertunjukan teater di Indonesia yang cukup kuat saat ini selama tiga dekade Teater Garasi yang bermukim di kota Jogyakarta, akhirnya pentas di kota Makassar.
Menariknya, kesempatan pentas pertama kali di kota Makassar ini bertepatan dengan momen hari jadi kelompok kolektif seni di Jogja ini ke 30 tahun 4 Desember.
Pertunjukan Teater Garasi Performance Institute “Waktu Batu Rumah yang Terbakar” digelar di benteng Fort Rotterdam, tanggal 5 dan 6 Desember 2023 pukul 20.00 WITA. Waktu batu pertama kali dipertunjukkan tahun 2001, dan sepanjang 2002-2006 melahirkan beberapa versi pertunjukan yang dipentaskan di beberapa kota di Indonesia, Singapura, Berlin, dan Tokyo. Pada tahun 2022 lalu, karya ini diundang untuk diciptakan dan dipentaskan kembali di Festival Indonesia Bertutur, Borobudur, Jawa Tengah.
Versi terbaru Waktu Batu Rumah yang Terbakar , tahun ini ditampilkan di ARTJOG, Yogyakarta dan Djakarta International Theatre Platform, Jakarta, digarap dengan fokus tematik duka ekologis (ecological grief) dan merupakan pertunjukan silang-media teater x video game x sinematografi.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI, Ahmad Mahendra dalam sambutannya pada pertunjukan hari kedua mengungkapkan bahwa kementerian memberikan dukungan atas karya kreatif seniman dan sengaja membawa ke kota Makassar untuk bisa menginspirasi seniman dan kerja kebudayaan di kota ini. Pertunjukan ini dalam 2 hari ini juga banyak ditonton oleh seniman dan budayawan lintas generasi di kota Makassar.
“Mengejutkan sekali sajian media baru dalam pertunjukan ini. Saya merasa ini harus bisa disaksikan oleh lebih banyak orang, di banyak tempat.” ungkap Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI, Ahmad Mahendra.
Ahmad Mahendra menambahkan pertunjukan silang media ini juga menjadi warna baru yang dapat menambah keragaman seni di tanah air yang juga tak lepas dari peran serta komunitas dalam memberikan perspektif baru suatu pertunjukan teater. Dengan begitu, hal ini dapat mendorong pemajuan kebudayaan yang sedang menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek. Ragam bentuk presentasi seni yang muncul membuat pemajuan kebudayaan menjadi lebih kuat karena dukungan karya kreatif hasil karya komunitas.
Hal senada diungkapkan Shinta Febriany, co-founder Kala Teater, mengungkapkan, yang mengaku senang Teater Garasi pentas di Makassar dengan karya menakjubkan, Waktu Batu. Menurutnya ini adalah kesempatan baik untuk menyaksikan karya teater yang dikerjakan dengan perspektif artistik dan tematik yang kontemporer. Harapan tersebut bersahutan dengan yang diharapkan Rachmat Hidayat Mustamin, Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ ArtSpace. Ia mengaku ingin menyaksikan Waktu Batu karena gagasan-gagasan pertunjukan yang ditawarkan oleh Teater Garasi menggabungkan antara film, teater, dan video game.
“Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” disutradarai oleh Yudi Ahmad Tajudin, yang juga menyutradarai Setelah Lewat Djam Malam yang dinobatkan sebagai Karya Seni Pertunjukan Pilihan Tempo 2022. Penulis dan dramaturg “Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” adalah Ugoran Prasad. Versi ke-4 Waktu Batu kali ini berkolaborasi dengan seniman-seniman lintas disiplin (Majelis Lidah Berduri, Mella Jaarsma, Deden Bulqini, Tomy Herseta, Tri Rimbawan, Yennu Ariendra, Retno Ratih Damayanti, Luna Kharisma, A. Semali) dan para performer lintas generasi (Andreas Ari Dwiyanto, Erythrina Baskorowati, Arsita Iswardhani, Tomomi Yokosuka, Enji Sekar, Wijil Rachmadhani, Putu Alit Panca Nugraha, Syamsul Arifin, Putri Lestari).
Ecological grief, fokus tematik pertunjukan ini, merujuk pada perasaan kesedihan yang timbul akibat kehilangan atau kepunahan yang terjadi atau akan terjadi, termasuk kepunahan spesies, ekosistem, dan lanskap berharga, sebagai akibat dari perubahan lingkungan yang akut dan kronis. Berbagai penelitian terkini menunjukkan bahwa individu dapat mengalami tahapan kedukaan dan mencari dukungan sosial dalam menghadapi keputusasaan iklim dan kecemasan ekologis.
“Mendekati isu duka ekologis dari sudut pandang dunia ketiga, karya ini meletakkan krisis ekologi sebagai hasil yang tak terhindarkan dari modernitas dan kolonialitas. Berdiam dalam ketimpangan dunia global, karya ini hendak membuka percakapan tentang watak dan artikulasi duka ekologis Selatan dunia, termasuk pertanyaan atas praktik macam apa yang perlu dilakukan, puisi macam apa yang perlu dituliskan, duka (atau bahkan murka) macam apa,” ungkap Ugoran Prasad.
Yudi Ahmad Tajudin selaku sutradara mengatakan, “Dalam meluaskan dan mendekati secara kritis percakapan tentang tema duka ekologis, Teater Garasi menggarap ulang Waktu Batu. Rumah yang Terbakar tahun ini dengan pula menajamkan sisi kesilang-mediaan antara teater dengan video game, dan sinematografi, serta menguatkan unsur-unsur visual dan tata cahaya”.
Sayangnya pertunjukan bagus dan spektakuler ini tidak dihadiri oleh pemimpin daerah, baik pemerintah provinsi dan pemerintah kota. Juga oleh kepala dinas terkait. Mereka mewakilkan ke staf ahli atau kepala bidang masing-masing.
“Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” diproduksi oleh Garasi Performance Institute dan dipersembahkan oleh Direktorat Perfilman, Musik, dan Media – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, dan didukung oleh EPSON Indonesia; Rumata’ ArtSpace; Kala Teater; Siku Ruang Terpadu; Jam Kerja; dan RIWANUA. (#)
Comment