Kampanye Lewat Medsos Sulit Dibendung di Pemilu 2024

MAKASSAR,DJOURNALIST.com – Sarana media sosial nampaknya akan menjadi alat jitu bagi politisi untuk berkampanye pada momentum politik di 2024 mendatang. Mengingat media sosial jangkauannya cukup luas dan lebih cepat sampai ke masyarakat.

Namun dibalik itu bisa menjadi bumerang apabila tidak dikelola dengan baik. Pasalnya berkaca pada pesta demokrasi sebelumnya, jika persaingan antar kontestan cukup tajam, biasanya mengarah ke isu SARA dan disebarluaskan di media sosial. Mirisnya lagi, kerap menggunakan akun anonim. Sehingga sulit dibendung.

Anggota KPU Sulsel, Romy Harminto mengatakan, KPU RI sudah membuat peraturan khusus terkait penggunaan media sosial untuk kampanye Pemilu 2024. Regulasinya dibuat dalam bentuk Peraturan KPU (PKPU).

“Kampanye digital sudah diatur secara khusus. Cara pengaturannya seperti biasa, diturunkan dalam PKPU untuk sosialisasi Pileg agau Pilpres,”ujar Romy, Kamis 8 Juni 2023.

Ia menjelaskan, kampanye di medsos perlu diatur karena peserta kampanye sudah bisa dipastikan bakal menggunakan saluran komunikasi tersebut untuk menggaet suara pemilih. Apalagi, masa kampanye Pemilu 2024 hanya 75 hari atau 2,5 bulan.

“Kampanye digital menurut saya keniscayaan ke depan, karena 75 hari saja masa kampanye di Pemilu 2024. Tapi kampanye tatap muka tetap akan kita buka,” tuturnya.

Diketahui, belakangan ini, penyelenggara Pemilu mulai aktif membuat regulasi mengenai pembatasan media sosial untuk berkampanye. Jika mengacu

Pasal 35 ayat 2 PKPU nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye peserta Pemilu 2024 memiliki 10 akun media sosial di masing-masing platform. Rinciannya Instagram-nya 10, Facebook-nya 10.

Namun KPU merevisi regulasi tersebut dengan menambah jumlah akun yang digunakan peserta Pemilu menjadi 20 setiap platform media sosial. Namun ini dianggap bukan solusi terbaik. 

Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad menilai, berapapun akun media sosial diizinkan untuk berkampanye, kerap bertolak belakang fakta di lapangan.

“Akun yang didaftarkan di KPU itu tidak digunakan berkampanye oleh peserta Pemilu. Mereka lebih suka menggunakan akun pribadi yang tidak terdaftar di KPU, atau dikampanyekan oleh pendukung di akun medsos masing – masing,” katanya.

Kendati, kata Saiful, akun yang didaftarkan peserta Pemilu ke KPU kerap baru dibuat menjelang kontestasi politik.

Sehingga bagi Saiful, soal regulasi berkampanye di media sosial bukan mengenai jumlah akun yang digunakan. Tapi lebih kepada aturan tentang materi kampanye di medsos.

“Medsos baru yang dibuat dan didaftar di KPU, tentu bukan menjadi pilihan jika mereka ingin kampanye. Akun (baru) ini pasti masih terbatas followers nya. Kenapa tidak lebih fokus mengatur tentang isi/materi kampanye di medsos,” ujarnya.

Dikatakan, adanya penetapkan berapapun akun medsos yang digunakan peserta kampanye, pada faktanya akun yang didaftarkan di KPU itu, tdk digunakan berkampanye oleh peserta Pemilu (Caleg).

Mereka lebih suka menggunakan akun pribadi yang tdk terdaftar di KPU, atau dikampanyekan oleh pendukung di akun medsos pendukung.

Medsos baru yang dibuat dan didaftar di KPU, tentu bukan menjadi pilihan jika mereka ingin kampanye.

“Akun ini pasti masih terbatas followers nya. Kenapa tdk lebih fokus mengatur ttg isi/materi kampanye di medsos,” tuturnya

Comment