OJK Sulselbar Catat Penghimpunan DPK Perbankan Sulsel Masih Didominasi Tabungan Sebesar Rp78,22 T

Kepala OJK Sulselbar Darwisman. (Foto:ist)

MAKASSAR,DJOURNALIST.com – Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (OJK Sulselbar) mencatat dana masyarakat Sulawesi Selatan melalui penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di sektor perbankan mencapai Rp133,76 triliun atau tumbuh 8,71 persen secara year on year (yoy).

Penghimpunan DPK hingga September 2024 ini masih didominasi oleh tabungan sebesar Rp78,22 triliun atau dengan share 58,48 persen, kemudian deposito sebesar Rp34,01 triliun atau 25,43 persen, dan giro sebesar Rp21,53 triliun atau 16,09 persen.

“Ini memperlihatkan bahwa ternyata dukungan masyarakat Sulsel terhadap industri perbankan sangat baik. Masyarakat yang menabung di perbankan juga tidak lagi melihat suku bunga, tetapi memang karena ingin uangnya aman untuk kebutuhan likuiditas. Ini menjadi momentum yang sangat baik,” terang Kepala OJK Sulselbar Darwisman, kemarin.

Hanya saja, jika dilihat pada penyaluran kredit perbankan yang mencapai Rp163 triliun hingga periode yang sama, tentunya terjadi gep yang dinilai masih cukup tinggi. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bukan hanya bagi OJK, tetapi semua pihak dalam hal ini layanan perbankan maupun industri jasa keuangan (IJK) lainnya agar semakin memperkuat literasi dan inklusi keuangan ke masyarakat.

“Kami melihat kredit yang sudah disalurkan Rp163 triliun, sementara capaian DPK Rp133,76 triliun dengan NPL yang hanya sekitar 3 persen. Harusnya jika kredit yang disalurkan besar diikuti NPL yang kecil otomatis usaha masyarakat berhasil. Tapi disisi lain tidak mempengaruhi capaian DPK,” ujarnya.

Darwisman menjelaskan, masih adanya masyarakat yang tidak menyimpan uangnya di layanan perbankan karena di pengaruhi beberapa hal. Dimana menurut beberapa analisis dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, masih banyaknya masyarakat di Sulsel yang lebih senang menyimpan uangnya di rumah daripada disimpan di layanan perbankan, terutama di wilayah perdesaan.

Kedua, uang yang dimiliki masyarakat dianggap lebih penting untk dijadikan aset berupa emas ketimbang ditabung ke bank. Ketiga, masyarakat juga masih memprioritaskan uang mereka dengan membeli properti seperti tanah, kebun dan sebagainya.

“Ini menjadi pekerjaan rumah yang akan terus kita dorong. Semoga dana masyarakat atau DPK ini di Sulsel yang gep-nya sekitar Rp30 triliun dapat tertutupi, karena jika kondisinya seperti ini, maka dalam jangka panjang akan berdampak pada kontribusi perbankan seperti penyaluran kredit, sebab dananya terbatas,” tegas Darwisman.

Olehnya, dalam penguatan literasi dan inklusi keuangan ke masyarakat ini harus memprioritaskan bagaimana memberikan penjelasan dan pemahaman ke masyarakat bahwa dengan menyimpan uangnya di bank jauh lebih aman ketimbang di rumah karena banyaknya resiko yang dapat terjadi. Baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito.

Kemudian, memberikan pemahaman bahwa jika uang (dana) masyarakat tersebut disimpan di perbankan maka akan diputar untuk masyarakat lainnya yang membutuhkan dalam bentuk kredit. Misalnya kredit untuk usaha maupun kegiatan lainnya.

“Termasuk memberikan pemahaman jika uangnya disimpan di bank akan menghindari kasus-kasus kehilangan uang akibat kondisi-kondisi yang terjadi diluar prediksi seperti bencana. Apalagi masyarakat saat ini tidak perlu khawatir sebab semua kegiatan transaksi ekonomi sudah di bantu secara digital. Baik mobile banking maupun internet banking,” terangnya.(***)

Comment